Minggu, 27 Mei 2012

Fly Away


          Ketika bintang mulai bernyanyi perlahan, lalu detik demi detik menghilang. Saat itu aku akan berdoa, semoga waktu berputar melawan arah, dan tak akan pernah ada luka.
          Tuhan biarkan yang tertulis semestinya perlahan berjalan, membiarkan satu persatu tawa yang ada tertahan. Menciptakan ribuan pertanyaan yang harusnya aku biarkan diam.
          Haruskah aku mengatakan bahwa di sudutmu aku mungkin lebih terlihat tak peduli, tapi di sudut dalam bagian yang lain nuraniku terkoyak perlahan. Jujur aku akui semua memang salahku, aku yang memulai, tetapi tak pernah bersikap dewasa untuk memperbaikinya.

          Waktu terlalu banyak berjalan, aku memang berubah dan kamu bilang kamu juga iya. Tahukah kamu berapa lama aku harus berusaha lupa, agar aku bisa terus hidup tanpa suara tawa dan tangis atas namamu yang tercipta. Meskipun aku mengingatnya, itu hanya berupa sebuah serpihan.
          Hingga aku akhirnya belajar dewasa bahwa cerita lebih dari sekedar menyimpan luka agar bisa kunikmati sakitnya, tetapi agar aku tetap bisa bertahan tanpa ada namamu lagi nantinya.
          Demi Tuhan, aku tetap manusia dimana rasa bersalah itu ada dan berusaha memperbaikinya. Terlambatkah aku? Kamu bisa saja mengatakan itu 'IYA', karena terlalu lama aku menghilang dan saat ini aku lebih suka menjadi pendiam. Sedangkan kamu harus selalu bertahan hari demi hari dengan salahku di masa yang kulewatkan.
          Mungkin seharusnya sekarang kamu bisa terbang, bukannya malah terpuruk dalam rasa yang terus menghilang. Karena katamu sayapmu tak seutuhnya bersamamu lagi.
          Tahukah kamu rasa bersalah ini mengoyakku perlahan, ketika mengetahui bahwa kamu masih hidup dalam cerita lama. Cerita yang perlahan tapi pasti membuatmu tak bisa berubah. Cerita yang seharusnya dengan mudah selesai, tetapi nyatanya malah masih membuatmu terluka. Cerita yang seharusnya di kubur dalam-dalam tetapi malah semakin terbuka adanya.
          Bolehkah aku membantumu untuk menyelesaikan semuanya. Agar akhirnya demi waktu yang tersisa aku sempat melihatmu tertawa. Tawa semestinya yang seharusnya sudah kamu nikmati bertahun-tahun yang lalu. Tawa yang semestinya sudah kamu tunjukkan dalam waktu yang terlewat perlahan. Tawa yang harusnya benar-benar tulus tanpa ada airmata yang tercipta.
          Karena seharusnya dongeng tentang peri berakhir dengan bahagia. Dan tak ada satupun cerita yang menceritakan bahwa akhir kehidupan terguyur airmata. Sayangnya ini tentang hidup Elf, dan mau tak mau aku terpaksa menelan tetesan embun yang berupa air mata agar aku sadar rasa sakitnya.
          Bisa jadi aku tak akan pernah bisa memasuki kehidupanmu lagi untuk membayar salahku yang dulu. Bisa jadi aku tak akan pernah bisa lagi memperbaiki hidupmu, atau sekedar memperbaiki sayapmu. Agar kau bisa terbang bebas menatap langit dan tertawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar